BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mengingat radiasi
dapat membahayakan kesehatan, maka
Pemakaian
radiasi perlu diawasi baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun adanya badan pengawas yang
bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan
pengawas tersebut adalah BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi
proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional
untuk Proteksi Radiasi (International Commision on Radiological Protection,
ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang
intinya sebagai berikut :
1. Suatu
kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif
dibandingkan dengan resiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi
2. Paparan
radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as
reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan factor ekonomi dan
social, yang dikenal sebagai azas optimalisasi
3. Dosis
perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk
suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi
Konsep
untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu
dikendalikan tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang
membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan
radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang
optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi manusia. Menurut BAPETEN,
nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5 rem),
sedangkan untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). Menurut laporan
UNSCEAR, secara rata-rata setiap orang menerima dosis 2,8 mSv (280 mrem)/tahun,
berarti seseorang hanya akan menerima sekitar setengah dari nilai batas dosis
untuk masyarakat umum.
Ada
dua catatan yang berkaitan dengan nilai batas dosis ini, pertama adanya
anggapan bahwa nilai batas ini menyatakan garis yang tegas antara aman dan
tidak aman. Hal ini tidak seluruhnya benar. Nilai batas ini hanya menyatakan
batas dosis radiasi yang dapat diterima oleh pekerja atau masyarakat sejauh
pengetahuan yang ada hingga saat ini. Yang lebih penting dari pemakaina nilai
batas ini adalah diterapkannya prinsip ALARA pada setiap pemanfaatan radiasi.
Kedua, adanya perbedaan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat
umum. Nilai batas ini berbeda karena pekerja radiasi dianggap dapat menerima
resiko yang lebih besar (dengan kata lain, menerima keuntungan yang lebih
besar) daripada masyarakat umum, anatara lain karena pekerja radiasi mendapat
pengawasan dosis radiasi dan kesehatan secara berkala.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Sajakah Azas-Azas Proteksi Radiasi?
2. Apa
Sajakah Prinsip Dasar Proteksi Radiasi?
3. Bagaimana
Keselamatan Radiasi bagi Pasien, Pekerja dan Masyarakat pada Penggunaan Pesawat
Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Azas-Azas Proteksi Radiasi
2. Untuk
Mengetahui Prinsip Dasar Proteksi Radiasi
3. Untuk
Mengetahui Keselamatan Radiasi bagi Pasien, Pekerja dan Masyarakat pada Penggunaan
Pesawat Dental Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Asas-Asas
Proteksi Radiasi
Dalam penggunaan
radiasi untuk radiografi dalam radiodiagnostik akan memberikan kontribusi
radiasi kepada banyak pihak. Radiasi akan diterima oleh operator, hewan, dan
lingkungan. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International
Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
1. Asas
Justifikasi
Penerapan azas
justifikasi dalam pemanfaatan sinar-X menuntut agar sebelum dimanfaatkan
terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat. Apabila pemanfaatan
sinar-X menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat
kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh
dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaatnya lebih kecil dari resiko yang
ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan.
Berikut adalah contoh
penerapan azas legislasi atau justifikasi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a).
Seorang ibu menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat
diroentgen karena ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut
tersalurkan ke janinnya, maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu tersebut
melahirkan.
b).
Jika seorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa rekomendasi dari
dokter, maka sebagai radiographer tidak diharuskan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap pasien tersebut.
c). Seorang
radiographer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen di dalam Rumah
Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose binatang peliharaannya
untuk kepentingan pribadinya.
2. Asas
Limitasi
Penerapan asas ini
dalam pemanfaatan sinar-X menuntut agar dosis radiasi yang diterima oleh
seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebhi Nilai Batas
Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna dan
interna selama satu tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD
ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal
dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini adalah 50 mSv (5000 mrem)/tahun
untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem)/tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan
dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20
mSv (2000 mrem)/tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun
tidak boleh melebihi 50 mSv dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1
mSv (100 mrem)/tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam
mengadopsinya.
Dengan menggunakan
program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang
mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa
sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui. Berikut
adalah contoh penerapan asa limitasi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a). Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu
diperhatiak adalah jumlah radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien
dewasa ingin memeriksakan ekstremitas atas (antebrachi), kV yang digunakan
sebesar 45. Apabila ada seorang pasien anak-anak juga ingin memeriksakan
antebrachinya maka kita sebagai radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi
digunakan menjadi kV 40 karena dengan kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan
gambar radiografi yang bagus karena tebal objek sudah dapat ditembus dengan
kondisi tersebut.
b). Pada
pemeriksaan thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x 30
cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan.
c). Jika
radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima
pleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan
kebutuhan. Karena semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang
diterima oleh pasien begitupun sebaliknya.
3. Asas
Optimalisasi
Penerapan
asas ini dalam pemanfatan sinar-X menuntut agar paparan radiasi yang berasal
dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan
faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As
Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi
radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam
program telah telah dipertimbangkan secara saksama, termasuk besarnya biaya
yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan memenuhi asas
optimalisasi apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan
direncanakan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan biaya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
Tujuan
dari asas optimalisasi dalam proteksi radiasi adalah untuk mendapatkan hasil
optimum yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang rendah, baik individu
maupun kolektif, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki, dan
biaya yang murah. Asas optimalisasi sangan ditekankan oleh ICRP. Setiap
kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi, terlebih dahulu harus dilakukan
analisis optimalisasi proteksi. Penekanan ini dimaksudkan untuk meluruskan kesalahpahaman
tentang system pembatasan dosis yang sebelumnya dikenal dengan konsep ALARA (As
Low As Reasonably Achievable).
Baik
asas optimalisasi maupun ALARA keduanya sangat menekankan pada pertimbangan faktor-faktor
ekonomi dan social, dan tidak semata-mata menekankan pada rendahnya penerimaan
dosis oleh pekerja maupun masyarakat.
Berikut adalah contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu :
a). Pada
saat mengisi kaset, radiografer harus memperhatikan kaset yang akan digunakan, ukuran film yang sesuai dan jumlah
yang dimasukkan ke dalam kaset.
b). Pada
pemeriksaan thorax untuk bayi, sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x 30
cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan dan
tidak merugikan pasien dalam hal ekonomi.
c). Sebelum
dilakukan pemeriksaan, radiografer terlebih dahulu harus memberikan instruksi
yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat dihindari sehingga pasien
tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.
Pembatasan
dosis radiasi baru dikenal tahun 1928 yaitu sejak dibentuknya organisasi
internasional untuk proteksi radiasi (International Commision on Radiological
Protection/ICRP). Pelopor proteksi radiasi yang terkenal adalah seorang ilmuwan
dari Swedia bernama Rolf Sievert. Ia lahir pada tahun 1896 ketika Henri
Becquerel menemukan zat radioaktif alam. Sievert kemudian diabadikan sebagai
satuan dosis paparan radiasi dalam system Satuan Internasional (SI). Satu
Sievert (Sv) menunjukkan berapa besar dosis paparan radiasi dari sumber
radioaktif yang diserap oleh tubuh per satuan massa (berat), yang mengakibatkan
kerusakan secara biologis pada sel/jaringan.
Menurut
rekomendasi ICRP, pekerja radiasi yang di tempat kerjanya terkena radiasi tidak
boleh menerima dosis radiasi lebih dari 50 mSv/tahun dan rata-rata pertahun
selama 5 tahun tidak boleh lebih dari 20 mSv. Nilai maksimum ini disebut Nilai
Batas Dosis (NBD). Jika wanita hamil yang di tempat kerjanya terkena radiasi,
diterapkan batas radiasi yang lebih ketat. Dosis radiasi paling tinggi yang
diizinkan selama kehamilan adalah 2 mSv.
B. Prinsip Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mendapatkan manfaat yang besar
dengan resiko yang serendah-rendahnya dari penggunaan zat radioaktif dan atau
sumber radiasi pengion lainnya, maka seorang pekerja radiasi dituntut mempunyai
keterampilan yang baik untuk mengetahui dan menguasai peralatan yang digunakan,
memahami dan menaati keselamatan kerja dengan radiasi, serta melaksanakan
prinsip proteksi radiasi. Prinsip proteksi radiasi untuk zat radioaktif /
sumber radiasi pengion lainnya ada 3, yaitu : penahan radiasi (pelindung),
jarak, dan waktu.
1.
Faktor
pelindung (Shielding)
Untuk mengatasi penerimaan dosis radiasi dalam pekerjaan, pergunakanlah
jenis dan ketebalan perisai yang sesuai dengan jenis radiasi yang dipancarkan.
Penggunaan perisai/pelindung berupa apron berlapis Pb, glove Pb, kaca mata Pb,
dan sebagainya yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi
lingkungan terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang radiografi
menggunakan Pb untuk menyerap radiasi yang terjadi saat proses radiografi.
2.
Faktor
jarak
Radiasi dipancarkan dari sumber ke segala arah. Semakin dekat tubuh kita
dengan sumber radiasi, maka paparan radiasi yang kita terima akan semakin
besar. Pancaran radiasi sebagian akan menjadi pancaran hamburan saat mengenai
materi. Radiasi hambur ini akan menambah jumlah dosis radiasi yang diterima.
Untuk mencegah paparan radiasi tersebut, kita dapat menjaga jarak pada tingkat
yang aman dari sumber radiasi. Apabila tidak diperlukan, maka janganlah berada
dekat sumber radiasi.
3.
Faktor
waktu
Sedapat mungkin diupayakan untuk tidak terlalu lama berada di dekat
sumber radiasi saat proses radiografi. Hal ini untuk mencegah terjadinya
paparan radiasi yang besar. Pengaturan mAs yang tepat, dengan waktu paparan
0,0.. detik lebih baik daripada 1 detik. Nilai kVp yang digunakan cukup tinggi
sehingga daya tembus dalam radiografi cukup baik, dengan demikian maka
pengulangan radiografi dapat dicegah.
C. Keselamatan
Radiasi pada Penggunaan Pesawat Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang
Tujuan Keselamatan Kerja Proteksi
Radiasi sebagai pedoman atau petunjuk dalam melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan sumber radiasi sinar-X, mengurangi bahaya atau potensi
radiasi bagi manusia sehingga resiko pemanfaatan radiasi dapat dikurangi serendah
mungkin sedangkan manfaat yang diperoleh sebesar-besarnya.
Untuk dapat memanfaatkan radiasi
dengan aman diperlukan pengetahuan tentang radiasi pengion, potensi dan tingkat
bahaya radiasi, efek radiasi bagi manusia, dan cara pengendaliannya. Pengertian
dan pemahaman yang baik tentang pengetahuan di atas serta keterampilan dalam
hal pengendalian sumber radiasi pengion akan mampu memberikan keselamatan dan
keamanan yang memadai bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum, serta
lingkungan.
1.
Keselamatan
Bagi Pasien
a). Pengunaan apron
Untuk mengurangi bahaya paparan radiasi yang diterima
pasien, diperlukan penggunaan apron pada pemeriksaan panoramik. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi radiasi yang diterima pasien.
![]() |
Gambar 1. Apron
b). Pengunaan
faktor eksposi
Penggunaan faktor eksposi yg serendah mungkin
sesuai dengan yang dibutuhkan pasien agar dapat meminimalisir bahaya radiasi
yang diterima pasien. Perlunya Keterampilan radiographer atau pekerja radiasi
sangat dibutuhkan untuk menghindari pengulangan foto.
Gambar 2. Faktor Eksposi
c). Penggunaan
bite block
Bite
block sangat diperlukan saat pemeriksaan. Setiap melakukan tindakan pemeriksaan
bite block harus diganti dengan yang baru. Tujuan dari bite block itu sendiri
yaitu untuk menghindari terkontaminasinya bakteri dari pasien yang sebelumnya
melakukan pemeriksaan.
![]() |
Gambar
3. Bite Block
2. Bagi
pekerja radiasi (Radiografer)
a). Keselamatan arus listrik
b). Adanya alat pemadam api untuk
mengantisipasi terjadinya
kebakaran
Gambar 4. Alat Pemadam Api
c). Memakai/menggunakan pesawat radiasi yang
memenuhi
persyaratan
keamanan radiasi
![]() |
Gambar 5. Pesawat Panoramik
d). Menggunakan masker
Setiap melakukan tindakan
disarankan untuk selalu
menggunakan
masker untuk menghindari penularan virus/bakteri penyakit.
Gambar 6. Masker
e). Menggunakan sarung tangan
Gambar 7. Sarung
Tangan
f). Menggunakan antiseptik
Antiseptik digunakan apabila pada saat
melakukan tindakan
pemeriksaan, pekrja tidak menggunakan sarung tangan.
Gambar 8. Cairan Antiseptik
3. Bagi
masyarakat umum
a). Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa
sehingga
paparan radiasi tidak melebihi batas yang dianggap aman.
b). Memasang stiker/slogan peringatan
bahaya radiasi di sekitar
area pemeriksaan.
c). Dinding ruang pemeriksaan dilapisi
Pb agar dapat menyerap
radiasi hambur.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keselamatan kerja pada penggunaan
pesawat dental ekstra oral/panoramic di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang masih
kurang baik, dimana masih kurangnya stiker atau slogan himbauan akan bahaya
radiasi bagi masyarakat umum di sekitar ruangan pemeriksaan, serta desaign
bangunan dan pengamanan akan proteksi radiasi bagi pekerja yg masih dikatakan
kurang maksimal.
B. Saran
1. Bagi
pekerja, diharapkan untuk selalu menggunakan alat pengukur radiasi di setiap
melakukan tindakan agar besar radiasi yang diterima dapat diketahui/diukur
2. Karena
radiasi pada penggunaan pesawat panoramik itu besar, pasien disarankan untuk
selalu mengenakan apron saat pemeriksaan dilakukan untuk mengurangi radiasi
yang diterima
3. Sebaiknya
dibuat ruangan tersendiri untuk pemeriksaan menggunakan pesawat panoramic








