Kamis, 12 Oktober 2017

Konsep Keselamatan Kerja pada Penggunaan Pesawat Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka
Pemakaian radiasi perlu diawasi baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun adanya badan pengawas yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan pengawas tersebut adalah BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commision on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut :
1.  Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan resiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi
2.  Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan factor ekonomi dan social, yang dikenal sebagai azas optimalisasi
3.  Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi manusia. Menurut BAPETEN, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5 rem), sedangkan untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). Menurut laporan UNSCEAR, secara rata-rata setiap orang menerima dosis 2,8 mSv (280 mrem)/tahun, berarti seseorang hanya akan menerima sekitar setengah dari nilai batas dosis untuk masyarakat umum.
Ada dua catatan yang berkaitan dengan nilai batas dosis ini, pertama adanya anggapan bahwa nilai batas ini menyatakan garis yang tegas antara aman dan tidak aman. Hal ini tidak seluruhnya benar. Nilai batas ini hanya menyatakan batas dosis radiasi yang dapat diterima oleh pekerja atau masyarakat sejauh pengetahuan yang ada hingga saat ini. Yang lebih penting dari pemakaina nilai batas ini adalah diterapkannya prinsip ALARA pada setiap pemanfaatan radiasi. Kedua, adanya perbedaan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum. Nilai batas ini berbeda karena pekerja radiasi dianggap dapat menerima resiko yang lebih besar (dengan kata lain, menerima keuntungan yang lebih besar) daripada masyarakat umum, anatara lain karena pekerja radiasi mendapat pengawasan dosis radiasi dan kesehatan secara berkala.
B.    Rumusan Masalah
1.      Apa Sajakah Azas-Azas Proteksi Radiasi?
2.      Apa Sajakah Prinsip Dasar Proteksi Radiasi?
3.      Bagaimana Keselamatan Radiasi bagi Pasien, Pekerja dan Masyarakat pada Penggunaan Pesawat Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Azas-Azas Proteksi Radiasi
2.      Untuk Mengetahui Prinsip Dasar Proteksi Radiasi
3.     Untuk Mengetahui Keselamatan Radiasi bagi Pasien, Pekerja dan Masyarakat pada Penggunaan Pesawat Dental Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Asas-Asas Proteksi Radiasi
Dalam penggunaan radiasi untuk radiografi dalam radiodiagnostik akan memberikan kontribusi radiasi kepada banyak pihak. Radiasi akan diterima oleh operator, hewan, dan lingkungan. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
1.      Asas Justifikasi
Penerapan azas justifikasi dalam pemanfaatan sinar-X menuntut agar sebelum dimanfaatkan terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat. Apabila pemanfaatan sinar-X menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaatnya lebih kecil dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan.
Berikut adalah contoh penerapan azas legislasi atau justifikasi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a). Seorang ibu menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat diroentgen karena ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut tersalurkan ke janinnya, maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu tersebut melahirkan.
b). Jika seorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa rekomendasi dari dokter, maka sebagai radiographer tidak diharuskan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut.
c). Seorang radiographer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen di dalam Rumah Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose binatang peliharaannya untuk kepentingan pribadinya.
2.   Asas Limitasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan sinar-X menuntut agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebhi Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama satu tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini adalah 50 mSv (5000 mrem)/tahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem)/tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem)/tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh melebihi 50 mSv dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100 mrem)/tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya.   
Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui. Berikut adalah contoh penerapan asa limitasi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a). Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatiak adalah jumlah radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa ingin memeriksakan ekstremitas atas (antebrachi), kV yang digunakan sebesar 45. Apabila ada seorang pasien anak-anak juga ingin memeriksakan antebrachinya maka kita sebagai radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan menjadi kV 40 karena dengan kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan gambar radiografi yang bagus karena tebal objek sudah dapat ditembus dengan kondisi tersebut.
b). Pada pemeriksaan thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x 30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan.
c). Jika radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima pleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan kebutuhan. Karena semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang diterima oleh pasien begitupun sebaliknya.
3. Asas Optimalisasi
Penerapan asas ini dalam pemanfatan sinar-X menuntut agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah telah dipertimbangkan secara saksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan memenuhi asas optimalisasi apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.  
Tujuan dari asas optimalisasi dalam proteksi radiasi adalah untuk mendapatkan hasil optimum yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang rendah, baik individu maupun kolektif, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki, dan biaya yang murah. Asas optimalisasi sangan ditekankan oleh ICRP. Setiap kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi, terlebih dahulu harus dilakukan analisis optimalisasi proteksi. Penekanan ini dimaksudkan untuk meluruskan kesalahpahaman tentang system pembatasan dosis yang sebelumnya dikenal dengan konsep ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Baik asas optimalisasi maupun ALARA keduanya sangat menekankan pada pertimbangan faktor-faktor ekonomi dan social, dan tidak semata-mata menekankan pada rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja maupun  masyarakat. Berikut adalah contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a). Pada saat mengisi kaset, radiografer harus memperhatikan kaset yang akan  digunakan, ukuran film yang sesuai dan jumlah yang dimasukkan ke dalam kaset.
b). Pada pemeriksaan thorax untuk bayi, sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x 30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan dan tidak merugikan pasien dalam hal ekonomi.
c). Sebelum dilakukan pemeriksaan, radiografer terlebih dahulu harus memberikan instruksi yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat dihindari sehingga pasien tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.

Pembatasan dosis radiasi baru dikenal tahun 1928 yaitu sejak dibentuknya organisasi internasional untuk proteksi radiasi (International Commision on Radiological Protection/ICRP). Pelopor proteksi radiasi yang terkenal adalah seorang ilmuwan dari Swedia bernama Rolf Sievert. Ia lahir pada tahun 1896 ketika Henri Becquerel menemukan zat radioaktif alam. Sievert kemudian diabadikan sebagai satuan dosis paparan radiasi dalam system Satuan Internasional (SI). Satu Sievert (Sv) menunjukkan berapa besar dosis paparan radiasi dari sumber radioaktif yang diserap oleh tubuh per satuan massa (berat), yang mengakibatkan kerusakan secara biologis pada sel/jaringan.
Menurut rekomendasi ICRP, pekerja radiasi yang di tempat kerjanya terkena radiasi tidak boleh menerima dosis radiasi lebih dari 50 mSv/tahun dan rata-rata pertahun selama 5 tahun tidak boleh lebih dari 20 mSv. Nilai maksimum ini disebut Nilai Batas Dosis (NBD). Jika wanita hamil yang di tempat kerjanya terkena radiasi, diterapkan batas radiasi yang lebih ketat. Dosis radiasi paling tinggi yang diizinkan selama kehamilan adalah 2 mSv.
B.     Prinsip Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mendapatkan manfaat yang besar dengan resiko yang serendah-rendahnya dari penggunaan zat radioaktif dan atau sumber radiasi pengion lainnya, maka seorang pekerja radiasi dituntut mempunyai keterampilan yang baik untuk mengetahui dan menguasai peralatan yang digunakan, memahami dan menaati keselamatan kerja dengan radiasi, serta melaksanakan prinsip proteksi radiasi. Prinsip proteksi radiasi untuk zat radioaktif / sumber radiasi pengion lainnya ada 3, yaitu : penahan radiasi (pelindung), jarak, dan waktu.
1.      Faktor pelindung (Shielding)
   Untuk mengatasi penerimaan dosis radiasi dalam pekerjaan, pergunakanlah jenis dan ketebalan perisai yang sesuai dengan jenis radiasi yang dipancarkan. Penggunaan perisai/pelindung berupa apron berlapis Pb, glove Pb, kaca mata Pb, dan sebagainya yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi lingkungan terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang radiografi menggunakan Pb untuk menyerap radiasi yang terjadi saat proses radiografi.
2.      Faktor jarak
   Radiasi dipancarkan dari sumber ke segala arah. Semakin dekat tubuh kita dengan sumber radiasi, maka paparan radiasi yang kita terima akan semakin besar. Pancaran radiasi sebagian akan menjadi pancaran hamburan saat mengenai materi. Radiasi hambur ini akan menambah jumlah dosis radiasi yang diterima. Untuk mencegah paparan radiasi tersebut, kita dapat menjaga jarak pada tingkat yang aman dari sumber radiasi. Apabila tidak diperlukan, maka janganlah berada dekat sumber radiasi.
3.      Faktor waktu
   Sedapat mungkin diupayakan untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber radiasi saat proses radiografi. Hal ini untuk mencegah terjadinya paparan radiasi yang besar. Pengaturan mAs yang tepat, dengan waktu paparan 0,0.. detik lebih baik daripada 1 detik. Nilai kVp yang digunakan cukup tinggi sehingga daya tembus dalam radiografi cukup baik, dengan demikian maka pengulangan radiografi dapat dicegah.
C.    Keselamatan Radiasi pada Penggunaan Pesawat Panoramik di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang
Tujuan Keselamatan Kerja Proteksi Radiasi sebagai pedoman atau petunjuk dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan sumber radiasi sinar-X, mengurangi bahaya atau potensi radiasi bagi manusia sehingga resiko pemanfaatan radiasi dapat dikurangi serendah mungkin sedangkan manfaat yang diperoleh sebesar-besarnya.
Untuk dapat memanfaatkan radiasi dengan aman diperlukan pengetahuan tentang radiasi pengion, potensi dan tingkat bahaya radiasi, efek radiasi bagi manusia, dan cara pengendaliannya. Pengertian dan pemahaman yang baik tentang pengetahuan di atas serta keterampilan dalam hal pengendalian sumber radiasi pengion akan mampu memberikan keselamatan dan keamanan yang memadai bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum, serta lingkungan.
1.      Keselamatan Bagi Pasien
a).  Pengunaan apron
Untuk mengurangi bahaya paparan radiasi yang diterima pasien, diperlukan penggunaan apron pada pemeriksaan panoramik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi radiasi yang diterima pasien.
 








                                                              Gambar 1. Apron
b).  Pengunaan faktor eksposi
Penggunaan faktor eksposi yg serendah mungkin sesuai dengan yang dibutuhkan pasien agar dapat meminimalisir bahaya radiasi yang diterima pasien. Perlunya Keterampilan radiographer atau pekerja radiasi sangat dibutuhkan untuk menghindari pengulangan foto.
                                   Gambar 2. Faktor Eksposi
c).  Penggunaan bite block
Bite block sangat diperlukan saat pemeriksaan. Setiap melakukan tindakan pemeriksaan bite block harus diganti dengan yang baru. Tujuan dari bite block itu sendiri yaitu untuk menghindari terkontaminasinya bakteri dari pasien yang sebelumnya melakukan pemeriksaan.
 









                                                       Gambar 3. Bite Block

2.    Bagi pekerja radiasi (Radiografer)
a).  Keselamatan arus listrik
b). Adanya alat pemadam api untuk mengantisipasi terjadinya
     kebakaran

                                      Gambar 4. Alat Pemadam Api

c).  Memakai/menggunakan pesawat radiasi yang memenuhi
      persyaratan
    keamanan radiasi
 






                                            Gambar 5. Pesawat Panoramik
d).  Menggunakan masker
      Setiap melakukan tindakan disarankan untuk selalu
      menggunakan
      masker untuk menghindari penularan virus/bakteri penyakit.
                                              Gambar 6. Masker
e).  Menggunakan sarung tangan
                                       Gambar 7. Sarung Tangan
f).  Menggunakan antiseptik
      Antiseptik digunakan apabila pada saat melakukan tindakan
      pemeriksaan, pekrja tidak menggunakan sarung tangan.
                                        Gambar 8. Cairan Antiseptik
3.    Bagi masyarakat umum
a).  Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga  
      paparan radiasi tidak melebihi batas yang dianggap aman.
b). Memasang stiker/slogan peringatan bahaya radiasi di sekitar
     area  pemeriksaan.
c). Dinding ruang pemeriksaan dilapisi Pb agar dapat menyerap
     radiasi hambur.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keselamatan kerja pada penggunaan pesawat dental ekstra oral/panoramic di RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang masih kurang baik, dimana masih kurangnya stiker atau slogan himbauan akan bahaya radiasi bagi masyarakat umum di sekitar ruangan pemeriksaan, serta desaign bangunan dan pengamanan akan proteksi radiasi bagi pekerja yg masih dikatakan kurang maksimal.
B.   Saran
1.  Bagi pekerja, diharapkan untuk selalu menggunakan alat pengukur radiasi di setiap melakukan tindakan agar besar radiasi yang diterima dapat diketahui/diukur
2.  Karena radiasi pada penggunaan pesawat panoramik itu besar, pasien disarankan untuk selalu mengenakan apron saat pemeriksaan dilakukan untuk mengurangi radiasi yang diterima
3.  Sebaiknya dibuat ruangan tersendiri untuk pemeriksaan menggunakan pesawat panoramic

Informasi Material Safety Data Sheet (MSDS) pada Cairan Developer


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
MSDS (Material Safety Data Sheet) atau dalam bahasa kita dikenal dengan “Informasi Data Keamanan Bahan’’ merupakan informasi mengenai cara pengendalian bahan kimia berbahaya (B3), bisa diartikan juga lembar keselamatan bahan. Informasi MSDS ini berisi tentang uraian umum bahan, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan hingga pengelolaan bahan buangan.
Setiap kegiatan kerja selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat terjadinya kecelakaan, walaupun demikian terjadinya kecelakaan seharusnya dapat dicegah dan diminimalisasikan karena kecelakaan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada umumnya ditimbulkan oleh beberapa faktor penyebab. Oleh karena itu, harus diteliti factor-faktor penyebabnya dengan tujuan untuk menentukan usaha-usaha pembinaan dan pengawasan keselamatan yang tepat, efektif dan efisien sehingga terjadinya kecelakaan dapat dicegah.
Dalam melaksanakan eksperimen, kontak terhadap bahan kimia akan terjadi baik langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan sifat dan karakter bahan kimia perlu dimiliki mengingat bahan kimia memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun bahaya kecelakaan. Hal ini dapat dipahami karena bahan kimia dapat memiliki tipe reaktivitas kimia tertentu dan juga dapat memiliki sifat mudah terbakar. Oleh karena itu, aktivitas kerja yang selalu memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja perlu dibudayakan dalam bekerja di laboratorium.
Untuk dapat mendukung jaminan kesehatan dan keselamatan kerja maka para peneliti maupun laboran yang bekerja di laboratorium harus mengetahui dan memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk menangani bahan kimia khususnya dari segi potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan. Informasi atau pengetahuan yang harus diketahui pelaksana di laboratorium kimia dimuat dalam Material Safety Data Sheet (MSDS). Bahan kimia dalam unsur dan senyawa tertentu memang bukanlah barang mainan. Ada kalanya senyawa kimia dapat beracun juga bagi kesehatan tubuh manusia. Dalam tingkat kebahayaannya, setiap senyawa ataupun unsur kimia di tunjukkan dalam MSDS atau disebut (Material Safety Data Sheet). MSDS ini merupakan hal yang wajib dipelajari sebelum laboran berkutat dengan senyawa- senyawa di laboratorium. Mengapa kita harus mengetahui dan menerapkan MSDS? Pada prinsipnya agar kita tetap terjaga kesehatan dan keselamatan pada waktu bekerja menggunakan bahan kimia.
Dalam dunia kerja, baik di laboratorium maupun lapangan, komponen bahan kimia berada di dalam : bahan baku (starting material), bahan produk utama, bahan produk samping, bahan untuk analisis dan bahan buangan.
Dengan demikian yang harus menggunakan dan menerapkan lembar MSDS antara lain: produsen bahan, pihak pengangkut bahan, penyimpan dan supplier bahan, pengguna bahan (industry, laboratorium dan institusi akademik) dan pengolah bahan buangan.
Cairan developer merupakan cairan yang berfungsi sebagai pembangkit. Developing sendiri merupakan proses mengubah Kristal-kristal Bromida yang terpapar oleh sinar-X dan mengandung atom-atom Silver Netral pada latent image sites menjadi butiran-butiran silver metalik. Proses developing dilakukan dengan cara memasukkan dan menggoncangkan film dalam larutan developer selama 5-10 detik sampai terbentuk bayangan putih. Larutan developer inilah yang nantinya berfungsi membangkitkan bayangan latent menjadi bayangan nyatadengan cara mereduksi AgBr yang terkena sinar menjadi perak metalik. Menurut penggunaannya, cairan developer dibagi menjadi 3 jenis yakni : developer untuk manual prossing, developer untuk automatik prosesing, serta developer untuk rapid prosesing (untuk di kamar operasi) atau untuk film gigi. Suhu developer diharapkan pada suhu 18-20 °.
Alasan harus mengetahui dan menerapkan MSDS, yaitu pada prinsipnya agar kita tetap terjaga kesehatan dan keselamatan pada waktu bekerja menggunakan bahan kimia. Selain itu, fungsi MSDS sendiri, yaitu :
1.   Untuk mengetahui potensi bahan kimia
2.   Untuk menerapkan teknologi pengendalian dalam melindungi pekerja
3.   Untuk mengembangkan pengelolaan bahan kimia di tempat kerja
4.   Untuk merencanakan pada pekerja yang langsung kontak dengan B3
B.    Rumusan Masalah
1.    Apa yang Dimaksud dengan MSDS?
2.    Bagaimana Cakupan Material Safety Data Sheet (MSDS)?
3.    Bagaimana Informasi MSDS pada Cairan Developer?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui Definisi dari MSDS
2.    Untuk Mengetahui Cakupan Material Safety Data Sheet (MSDS)
3.    Untuk Mengetahui Informasi MSDS pada Cairan Developer


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi Material Safety Data Sheet (MSDS)
MSDS (Material Safety Data Sheet) adalah komponen yang dibuat khusus tentang suatu bahan kimia mengenai pengenalan umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan, penyimpanan, pemindahan dan pengelolaan limbah buangan bahan kimia tersebut. Berdasarkan isi dari MSDS, maka dokumen tersebut sebenarnya harus diketahui dan digunakan oleh para pelaksana yang terlibat dengan bahan kimia tersebut yakni produsen, pengangkut, penyimpan, pengguna dan pembuangan bahan kimia. Pengetahua ini akan dapat mendukung budaya terciptanya kesehatan dan keselamatan kerja. Ketersediaan MSDS di laboratorium di perguruan tinggi saat ini belum memasyarakat, padahal ketersediaan MSDS cukup penting dan digunakan juga sebagai salah satu ktiteria laboratorium standar. MSDS di perguruan tinggi di Indonesia umumnya hanya tersedia di perpustakaan. Saat ini masih banyak mahasiswa, teknisi laboratorium termasuk dosen yang belum mengenal MSDS, meskipun mereka rutin berkecimpung dengan aktivitas yang melibatkan kontak dengan ahan kimia. 
B.    Cakupan Material Safety Data Sheet (MSDS)
Secara garis besar, MSDS mengandung informasi tentang uraian umum bahan kimia, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan, dan pengelolaan bahan buangan. Terkait dengan kepentingan para pembuat MSDS maka format dokumen MSDS tidak seragam dan masing-masing mungin menonjolkan uraian yang terkait dengan kepentingan mereka. Akan tetapi, terdapat beberapa informasi yang minimal terdapat pada MSDS secara umum.
Salah satu hal penting yang harus diketahui pada MSDS yakni simbol tanda bahaya yag digunakan di MSDS. Pada MSDS tanda bahaya dikelompokkan menjadi 4 hal yakni : bahaya dari segi kesehatan, kemudahan terbakar, reaktivitas bahan dan bahaya khusus, dan digunakan simbol belah ketupa yang terdiri dari 4 bagian, yakni :
 




1.   Berwarna biru menunjukkan skala bahaya kesehatan
2.   Berwarna merah menunjukkan skala bahaya kemudahan terbakar
3.   Berwarna kuning menunjukkan skala bahaya reaktivitas
4.   Berwarna putih skala bahaya khusus lainnya
Masing-masing akan terisi dengan angka skore tertentu dengan nilai 0, 1, 2, 3 tau 4 tergantung dari tingkat bahaya bahan kimia. Skore 0 mengindikasikan bahan kimia tidak berbahya, sedangkan skore 1 menunjukkan bahaya pada level rendah dan skore 4 menunjukkan bahan tersebut termasuk sangat berbahya.
C.    Informasi Material Safety Data Sheet (MSDS) Cairan Developer
1.    Informasi Umum Tentang Bahan
a.    Product Name
KODAK Medical X-Ray Liquid Developer and  Replenisher, Working Solution
b.    Nomor Katalog (s)
876   7220   -   5 gallons   (U.S.)   (NHD)
834   4061   -   To Make 10 gallons (U.S.)
830   4214   -   2385 gallons (U.S.)
856   9782   -   265 gallons (U.S.)   -   Part A
878   5891   -   265 gallons (U.S.)   -   Part B
c.    Produsen/Pemasok
EASTMAN KODAK COMPANY, Rochester, New York 14650
Untuk darurat, keselamatan Kesehatan dan Informasi Lingkungan, hubungi   (585)   722-5151
Untuk informasi lain atau untuk meminta MSDS, hubungi (500)   242-2424.
d.    Komposisi Mengenai Bahan
Berat – Komponen – (CAS Registry No)
85-90   Air (007732-18-5)
1-5       Potassium sulfite (010117-38-1))
1-5       Hydroquinone (000123-31-9)
1-5       Potassium acetate (000127-08-2)
1-5       Glutaraldehyde bis (potassium bisulfate)(068310-08-7)
˂ 1       1-phenyl-3-pyrazolidinone   (000092-43-3)
2.    Sifat Fisika dan Kimia Bahan
Bentuk Fisik                         : cair
Warna                                   : kuning
Bau                                        : sedikit
Spesifik Gravity                   : 1.064
            (air = 1)
              Tekanan Uap pada           : 24 mbar (10 mm Hg)
              20° C (68° F)          
              Kepadatan Uap Air            : 0,6
              (Air = 1)                               
              Berat Volatile Fraksi          : 85-90%
              Titik Didih                            : >100°C (>212°F)
              Kelarutan dalam Air          : Lengkap
              pH                                         : 10,4
              Titik Nyala                           : none, cairan tidak mudah terbakar
3.    Identifikasi Bahaya
a.    Berisi
Hydroquinone (000123-31-9), potassium sulfite (010117-38-1), glutaraldehyde bis (potassium bisulfate) (068310-08-7), 1-phenyl-3-pyrazolidinone (000092-43-3).
Peringatan!
Berbahaya jika tertelan, penyebab iritasi mata, dapat menyebabkan reaksi kulit alergi.
b.    HMIS Hazard Ratings :
Kesehatan - 2, mudah terbakar - 0, reaktivitas – 0, Perlindungan diri – 0
c.    NFPA Hazard Ratings
Kesehatan – 1, mudah terbakar – 0, reaktivitas (stabilitas) – 0
Catatan :
HMIS dan bahaya NFPA indeks memerlukan review data dan penafsiran yang mungkin berbeda antara perusahaan. Ini dimaksudka hanya untuk penanganan cepat, dari cirri umum besarnya potensi bahaya. Nilai indeks perlindungan diri hanya ditujukan untuk pedoman umum mengenai peralatan perlindungan diri (APD) yang sesuai dengan potensi bahaya dari bahan. APD (misalnya, respirator) mungkin tidak diperlukan jika teknik pengendalian (misalnya, ventilasi lokal) yang memadai. Sebuah tanda bintang (*), dalam bidang kesehatan HMIS, menunjuk kronis potensial atau bahaya target organ. Untuk merespon penanganan yang aman, semua informasi dalam MSDS harus dipertimbangkan.
4.    Reaktivitas Bahan
Stabilitas dan reaktivitas bahan
a.    Stabilitas                                     :   Stabil
b.    Bahaya Dekomposisi Produk :   Karbon dioksida, karbon
                                                  monoksida, sulfur dioksida
c.    Bahaya Polimerisasi                :   Tidak terjadi polimerisasi
5.    Tindakan Pemadaman
a.    Media Pemadam api   
Gunakan agen yang tepat untuk kebakaran yang berdekatan
b.    Khusus Api – Prosedur Pemadam
Kenakan mandiri alat bantu pernapasan dan pakaian pelindung. Api atau panas yang berlebihan dapat menghasilkan produk penguraian yang berbahaya.
c.    Berbahaya Pembakaran Produk
Tidak ada (mudah terbakar non), (lihat dekomposisi)
6.    Tindakan Pembersihan
Siram ke saluran pembuangan dengan air yang banyak. Jika tidak menyerap tumpahan dengan bahanyang lembam vermikulit atau lainnya. Bersihkan permukaan secara menyeluruh untuk menghilangkan kontaminasi yang tersisa.
7.    Tindakan/Pertolongan Pertama
a.    Terhirup
Jika terjadi gejala gangguan pernapasan, pindah ke udara segar, tindakan diberikan sesuai dengan gejala. Berikan pertolongan medis jika gejala terus berlangsung.
b.    Mata
Segera siram dengan air yang banyak selama minimal 15 menit. Berikan pertolongan medis jika gejala terus berlangsung.
c.    Kulit
Segera siram dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan terkontaminasinya pakian dan sepatu. Jika kulit iritasi atau mengalami alergi dan reaksi terus berkembang, maka dibutuhkan segera perhatian medis. Cuci pakaian dan sepatu yang terkontaminasi sebelum menggunakan kembali.
d.    Tertelan
Menyebabkan muntah, segera panggilkan dokter atau pusat penanganan keracunan. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut untuk orang yang tidak sadar.
8.    Penanganan dan Penyimpanan
a.    Tindakan Pencegahan
Saat penggunaan, bernapas secara teratur dan hindari pernapasan panjang. Hindari kontak dengan mata, kulit dan pakaian. Penggunaan di dalam ruangan dengan ventilasi yang memadai. Cuci sampai bersih setelah menangani.
b.    Pencegahan Kebakaran dan Ledakan
Tidak ada tindak pencegahan khusus harus dilakukan saat menggunakan bahan.
c.    Penyimpanan
Simpan wadah tertutup.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
1.      MSDS merupakan informasi mengenai cara pengendalian bahan kimia berbahaya (B3), atau disebut lembar keselamatan bahan, yang berisi mengenai pengenalan umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan, penyimpanan, pemindahan dan pengelolaan limbah buangan bahan kimia tersebut.
2.       Cakupan MSDS mengandung informasi tentang uraian umum bahan kimia, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan, dan pengelolaan bahan buangan. Yang mana tanda bahaya pada MSDS dielompokkan menjadi 4 hal, yakni : bahaya dari segi kesehatan, kemudahan terbakar, reaktivitas bahan dan bahaya khusus.
3.      Informasi MSDS pada cairan developer, meliputi : informasi umum tentang bahan, sifat fisika dan kimia bahan, identifikasi bahaya, reaktivitas bahan, tindakan pemadaman, tindakan pembersihan, tindakan/ pertolongan pertama, serta penanganan dan penyimpanan.
B.    Saran
MSDS yang harus diperhatiakan meliputi bahan kimia yang memiliki potensi bahaya cukup besar seperti berbagai pelarut (karena potensi kemudahan untuk terbakar), bahan organic sangat toksik misalnya sianida, gas-gas beracun atau mdah terbakar, garam-garam beracun seperti arsen, merkuri atau selenium, dan lain-lain.